Banjarnegara – Menurut data UNESCO, minat baca masyarakat Indonesia sangat memprihatinkan, hanya 0,001%. Artinya, dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca. Ada dua faktor yang disebut menjadi penyebab rendahnya tingkat literasi masyarakat Indonesia, yakni kurangnya bahan bacaan dan praktik dan kurangnya bahan bacaan dan praktik literasi yang belum sesuai dinilai sebagai faktor penyebab rendahnya literasi masyarakat Indonesia.
Dengan adanya program AKMI ini diharapkan peserta didik bisa meningkatkan tingkat bacanya dengan baik, sehingga bisa dijadikan pathokan dalam penilaian bagi pendidik dan madrasah.
Nurlaela Isnaeni Pengawas MTs/MA Kementerian Agama Kabupaten Banjarnegara saat monitoring AKMI 2022 di MTs Negeri 2 Banjarnegara menegaskan kepada peserta didik yang ikut AKMI untuk gemar membaca, tanpa membaca akan sulit untuk menyelesaikan soal dengan jawaban yang tepat dan sempurna.
“Harus bisa membaca dan dibaca karena salah satu syarat bisa menyelesaikan soal dengan tepat dan sempurna harus membaca soal, bacaannya harus dengan lengkap, tanpa membaca tidak akan bisa menjawab, jadi jawabnya asal-asalan,”ucap Nurlaela Isnaeni saat monitoring.
Mujib Abdilah selaku Operator AKMI MTs Negeri 2 Banjarnegara juga menyampaikan berkali-kali saat simulasi jangan sampai tidak dibaca soalnya, harus dibaca.
“Pokoknya harus dibaca soalnya karena di kelas tiap hari tidak diajarkan soal seperti ini, maka harus jeli membacanya ,”ujar Mujib di ruang Lebkom.
Disampaikan lagi oleh Ibu Pengawas, bahwa ada banyak cara dan tips untuk meningkatkan literasi membaca pada peserta didik.
“Banyak cara untuk membiasakan membaca kepada peserta didik, dengan membudayakan membaca salah satunya dan ada tipsnya untuk meningkatkan Literasi Membaca peserta didik yang bisa diterapkan oleh pendidik diantaranya 1).Memanfaatkan Variasi Bahan Bacaan, 2). Berpikir kreatif di dalam proses mengajar dan belajar adalah hal yang penting, 3). Membiasakan Kegiatan Membaca di Kelas, 4). Berlatih Problem Solving, 5). Bersenang-senang dengan Kata-kata, 6). Membuat Literasi Membaca Sebagai Komunikasi, “pungkas Nurlaela Isnaeni. (en)