Banjarnegara – Hal utama dalam pembelajaran bahasa Indonesia bertujuan agar peserta didik mampu berkomunikasi secara lisan maupun tulisan. Terdapat empat keterampilan berbahasa, yakni terampil membaca, menulis, berbicara, dan menyimak. Pembelajaran menulis terkadang kurang dipahami oleh peserta didik. Diperlukan pemahaman konsep untuk mencapai tujuan.
Kegiatan PKB Bahasa Indonesia MTs Kementerian Agama Kabupaten Banjarnegara melaksanakan on The Service Learning kesatu dan kedua dilaksanakan di madrasah masing-masing. Hal ini bertujuan sesuai sasaran yaitu bisa diterapkan oleh guru yang mengikuti kegiatan PKB langsung mengena ke peserta didik di masing-masing madrasah. Sehingga efek dari kegiatan PKB bisa tercapai. Kegiatan PKB on dilaksanakan di hari Selasa (05/09) dan Rabu (06/09).
Melalui kegiatan pelatihan PKB ini diharapkan guru-guru bisa menggali pengetahuan, memahami konsep, pemberian pengalaman bermakna dan motivasi, diharapkan tujuan pembelajaran dapat terwujud, mengemukakan, setiap anak mempunyai bakat – bakat tertentu, tapi berbeda dalam jenis dan derajatnya.
Untuk itu bakat dan kreativitas perlu ditumbuhkan pada diri setiap anak. Dalam rangka menumbuhkan kreativitas siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia perlunya guru memilih metode yang tepat. Metode yang digunakan harus dapat menunjang kreativitas anak agar dapat menerima dengan baik. Pemilihan metode dalam pembelajaran bahasa Indonesia materi teks cerita fantasi dapat menggunakan metode discovery learning. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan bakat dan kreativitas peserta didik pada materi menulis teks cerita fantasi.
Salah satu model Nabila menyampaikan dalam pembelajaran model menggunakan discovery learning, pembelajaran dengan trik kepada peserta didik untuk menentukan jawaban atas soal-soal yang diberikan. Dengan penemuan siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri. Maka digunakan pembelajaran discovery learning.
“Pembelajaran model menggunakan discovery learning, pembelajaran dengan trik kepada peserta didik untuk menentukan jawaban atas soal-soal yang diberikan. Dengan penemuan siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri. Maka digunakan pembelajaran discovery learning.”ujarnya.
Dijelaskan kembali bahwa pada kompetensi dasar teks cerita fantasi, guru hanya berperan sebagai pemberi instruksi yang pelaksanaannya diserahkan kepada peserta didik. Model pembelajaran discovery learning diawali dengan pemberian rangsangan/stimulasi. Guru dapat menggali pengetahuan apa saja yang telah diketahui peserta didik tentang cerita fantasi. Langkah kedua adalah identifikasi masalah/problem statement, peserta didik mengamati dan mencatat hal-hal penting tentang cerita fantasi. Tahap ketiga adalah pengumpulan data, peserta didik mengumpulkan berbagai informasi dari materi ajar. Tahap keempat pengolahan data/data processing. Tahap kelima adalah pembuktian/verification. Tahap keenam adalah menarik kesimpulan atau generalisasi tentang cerita fantasi.
Ibnu Cahyadi sebagai guru model satunya juga menjelaskan melalui metode pembelajaran discovery learning, ternyata ada peningkatan hasil belajar. Aktifitas belajar peserta didik, yang meliputi keaktifan, tanggung jawab, kerja sama, percaya diri dan kesungguhan selama mengikuti proses pembelajaran lebih meningkat. Hal ini tentu membuat guru dan peserta didik merasa senang karena dapat memahami dan membuat cerita fantasi sesuai dengan struktur teks dan unsur kebahasaan.
“Melalui metode pembelajaran discovery learning, ternyata ada peningkatan hasil belajar. Aktifitas belajar peserta didik, yang meliputi keaktifan, tanggung jawab, kerja sama, percaya diri dan kesungguhan selama mengikuti proses pembelajaran lebih meningkat. Hal ini tentu membuat guru dan peserta didik merasa senang karena dapat memahami dan membuat cerita fantasi sesuai dengan struktur teks dan unsur kebahasaan,” pungkasnya.(en)