JEPARA, 21 April 1879 merupakan hari kelahiran pejuang emansipasi wanita, Raden Ayu Kartini. Ia hidup pada masa penjajahan kolonial Belanda. Kartini merupakan keturunan dari keluarga priyayi, ayahnya merupakan seorang Bupati Jepara bernama Raden Mas Sosriningrat.
Adapun beliau merupakan sosok perempuan yang memiliki pemikiran cerdas pada zamannya. Ia tak ingin nasib wanita hanya menjadi “konco wingking“. Hal tersebut tersebut dipengaruhi oleh latar belakang pendidikannya, pada masa itu hanya kaum bangsawan dan anak-anak Belanda yang dapat mengenyam pendidikan. Kartini bahkan menempuh pendidikan di ELS (Europes Lagere School ) atau sekolah Dasar Belanda di Indonesia, bahasa Belanda sebagai bahasa wajib di sekolah tersebut.
Pengaruh lain dari pemikiran kartini adalah adanya (korespondensi) surat menyurat ia dengan sahabatnya di Belanda bernama Estella Zeehandelar (Stella), pada pertengahan tahun 1899 dalam suratnya ia sering mengemukakan tentang pengekangan terhadap perempuan. Ia pun ingin mendobrak adat.
Namun semangat kartini sebagai pembebas kaum perempuan dari ketertidasan, janganlah kita salah tafsirkan seperti mana aliran feminisme barat, atas kesetaraan gender. Hal ini mungkin tanpa kita sadari sudah sangat berpengaruh dalam kehidupan kita. Wanita begitu fulgarnya menuntut hak yang sama seperti laki-laki. Jangan sampai hal ini menjadi bias, mengapa kita perlu fahami betul tentang hakikat wanita.
Dalam pandangan Islam, bukankah laki-laki dan perempuan dimata Allah sama, yang dinilai adalah ketaqwaan dan keimannanya (Q.S an-Nisa: 97). Perempuan, selain mempunyai hak iapun mempunyai kewajiban. Sebenarnya kewajiban inilah yang menjadi rem dari hak wanita. Sehingga wanita bebas namun tak sebebas-bebasnya.
Kebebasan disini bisa kita ambil contoh ialah bebas memperoleh pendidikan, mengapa wanita harus berpendidikan? karena seorang wanita harus cerdas. Mengapa harus cerdas? Karena wanita adalah seorang ibu, pendidik utama bagi anak-anak (madrasatul ula) jika anak-anak sudah cerdas dididik ibunya maka cerdaslah pula bangsanya.
Tapi sekarang begitu disayangkan, banyak wanita yang berpendidikan tinggi, namun enggan untuk menikah. Lebih fokus pada urusan karir, bahkan tak jarang seorang ibu yang telah memiliki anak lebih senang menitipkan anaknya pada asisten, karena alasan sibuk dan tidak memiliki waktu barang sebentar mendidik anaknya.
Saya kira makna kebebasan sebagai seorang perempuan, begitu lembut dan sejuk jika dipandang dari sudut Islam, saya memang kurang sepakat dengan gambaran feminisme barat, yang menginginkan adanya kesetaraan. Jika kita menuntut hak pasti berimplikasi pada kewajiban, tak hanya sekedar menuntut haknya namun lupa kewajibannya, itu tidaklah tepat sesuai kaidah agama.
Kembali pada sosok kartini yang begitu legendaris, bahkan ia dinobatkan menjadi pahlawan nasional oleh presiden Soekarno. Menurut sejarahwan, Taufik Abdullah, sosok kartini secara mitos ia adalah sosok perempuan yang berani mendobrak adat. Hendaknya kita mampu memaknai buah pemikiran Kartini pada saat sekarang ini. Wanita, selain berada di sektor domestik rumah tangga namun juga memiliki peran dalam kemajuan bangsa.
Baik disektor apapun, dalam diri perempuan terselip visi memajukan bangsa, baik bidang pendidikan, kesehatan, maupun kepemerintahan. Bisa diambil contoh sosok intelektual perempuan muda yang banyak menginspirasi misal Najwa Shihab atau sosok Tri Risma Harini. Bahkan siapapun perempuan di luar sana yang memiliki semangat kartini.
Bagaimanapun ia, dalam buku cahaya rumah kita dijelaskan Kartini merupakan pribadi yang sungguh-sungguh dan rela sakit demi mencapai kebenaran yang hakiki. Kartini menuliskan
“Pergilah! Laksana cita-citamu. Bekerjalah untuk hari depan. Bekerjalah untuk kebahagiaan orang-orang tertindas di bawah hukum yang tidak adil paham-paham palsu tentang mana yang baik dan mana yang jahat. Pergi! Berjuang dan menderitalah,.. untuk kepentingan yang abadi”.
Bagi seluruh wanita di Indoensia selamat memperingati hari Kartini, jadilah wanita yang menginspirasi dan berbakti pada negeri dan tak melupakan kewajiban yang hakiki sebagai seorang hamba Ilahi.
oleh:
Ruliah/ Guru RA Kecamatan Banjarmagu